GORONTALO, KOMPAS.com - Sebanyak 3.000 ekor burung Maleo berhasil dikembalikan ke alam bebas atau di tempat habitatnya, di kawasan hutan Hungoyono, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), dalam tujuh tahun terakhir ini. Hal tersebut dinyatakan Wildlife Conservation Society (WCS), salah satu organisasi lingkungan yang fokus menjaga kelestarian satwa endemik yang bernama latin Macrocephalon maleo ini. "Sejak kami hadir di Hungoyono tahun 2003, sudah sebanyak itu burung maleo yang kami lepaskan kembali ke alam bebas, tapi jumlah itu terbilang sedikit," ujar Usman Laheto, Asisten Project WCS di Gorontalo, Kamis (29/7/2010). Dia mengatakan, satwa yang dikenal antipoligami ini memang nyaris punah keberadaannya, selain telurnya acap dimangsa binatang seperti biawak dan elang, manusia juga turut menjadi predator yang mengancam. "Satwa itu terus diburu, juga telurnya, selain itu, kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia turut menghancurkan tempat maleo bertelur," kata dia. Kamp Hungoyono yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bone Bolango, lanjutnya, merupakan tempat terbesar habitat burung Maleo di Gorontalo. Di kawasan ini WCS mendirikan empat tempat penangkaran telur burung maleo untuk menghindari dari binatang predator yang senantiasa mengancam. Dalam sebulan, rata-rata 40 hingga 80 butir telur burung Maleo berhasil diselamatkan dan ditetaskan dalam tempat penangkaran tersebut. Burung maleo yang juga dikenal sangat pemalu ini pada umumnya bertelur di tempat-tempat yang memiliki panas bumi, seperti di tepi pantai, dan di kawasan yang memiliki energi panas bumi (Geothermal), seperti halnya yang terdapat di Hungoyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.